Praktik Hukum Bugis Abad XVIII dalam Persidangan Tellumpoccoe Versi Kodeks NBG 125

Main Article Content

Muhlis Hadrawi Campbell Macknight Kathryn Wellen

Abstract

Artikel ini adalah tinjauan filologis terhadap teks kasus pendakwaan La Maddukkelleng yang dilakukan oleh aliansi tiga kerajaan Bugis yaitu Tellumpoccoe, yang disertai dengan penyajian edisi teks serta terjemahan berdasarkan naskah NBG 125. Persidangan dilakukan oleh hakim dan aristokrat Bone, Wajo, dan Soppeng mewakili kerajaannya masing-masing. Persidangan yang disajikan dalam naskah NBG 125 ini teks pendakwaan persidangan pada tahun 1763 M. Persidangan ini berbeda dengan pengadilan La Maddukelleng oleh Tellumpocco pada tahun 1736 karena, di antara alasan lain, La Maddukelleng sendiri tidak hadir dalam acara pada tahun 1763. Persidangan ini ini mendudukkan La Maddukkelleng sebagai pihak yang dituntut yang berlangsung sebanyak 7 kali sidang dalam masa dua bulan yaitu Mei sampai Juni 1763. Proses persidangan dicatat rapih beserta  percakapan  per percakapan dari tiga delegasi. Utusan Bone dan Soppeng dalam persidangan itu, menuntut La Maddukkelleng sebagai tokoh pengacau yang telah melakukan tindakan salah yang merusak tatanan perdamaian wilayah Tellumpoccoe, sementara pihak Wajo merasa sangat sulit untuk mengutuk mantan Arung Matoa mereka dan secara konsisten berargumen untuk tidak menuduhya. Naskah NBG 125 menyajikan teks lengkap peristiwa persidangan tersebut dengan akhir persidangan tidak membuahkan putusan akhir oleh mahkamah Tellumpoccoe. Terlepas dari semua malapetaka yang ditimbulkan La Maddukelleng, ia masih menjadi tokoh yang sangat menonjol dalam historiografi Wajo karena pernah menjabat sebagai Arung Matoa dan membebaskan Wajo dari Bone. Bahkan oleh orang Wajo, pada tahun 1998, telah mengajukan La Maddukkelleng sebagai sosok pahlawan. Pengajuan itu kemudian ditetapkan oleh negara sebagai Pahlawan Nasional yang ke-105.

Article Details

How to Cite
HADRAWI, Muhlis; MACKNIGHT, Campbell; WELLEN, Kathryn. Praktik Hukum Bugis Abad XVIII dalam Persidangan Tellumpoccoe Versi Kodeks NBG 125. Manuskripta, [S.l.], v. 13, n. 2, dec. 2023. ISSN 2355-7605. Available at: <http://journal.perpusnas.go.id/index.php/manuskripta/article/view/236>. Date accessed: 30 apr. 2024. doi: https://doi.org/10.33656/manuskripta.v13i2.236.
Section
Articles

References

Acciaioli, Greg. 2009. “Distinguishing Hierarchy and Precedence: Comparing status distinctions in South Asia and the Austronesian world, with special reference to South Sulawesi,” in M. P. Vischer MP (ed.) Precedence: Social Differentiation in the Austronesian World. Canberra: ANU Press, 51-90.
Andaya, Leonard Y. 1981. The Heritage of Arung Palakka: A History of South Sulawesi (Celebes) during the Seventeenth Century. Den Haag: Martinus Nijhoff.
Andi Munir Maulana. 2003. La Maddukkelleng: Sultan Pasir, Arung Peneki, Arung Siengkang, Arung Matoa Wajo XXXI. Makassar: La Macca Press.
Cense, A. A. 1951. “Enige aantekeningen over Makassaars-Boeginese geschiedschriving.” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 107: 42-60.
Hadrawi, Muhlis. 2020. Lontara Sakke’ Attoriolong ri Bone: Transliterasi dan Terjemahan. Makassar: Penerbit Inninawa.
Hoogervorst, Tom. 2021. “Legal diglossia, lexical borrowing, and mixed juridical systems in early Islamic Java and Sumarta.” M Kooria and S Ravensbergen (eds), Islamic Law in the Indian Ocean World: Text, Ideas, and Practices, pp. 39-63. London and New York: Routledge.
Mattulada. 1985. Latoa: Satu Lukisan Analitis terhadap Antrolpogi Politik Orang Bugis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Noorduyn, J. 1953. “Een Boeginees geschriftje over Arung Singkang”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 109, 2: 144–52.
---. 1955. Een Achttiende-Eeuwse Kroniek van Wadjo’: Buginese Historiografie. The Hague: Smits.
---. 1959. Correspondentie en afschrift van manuscript Hs NBG 125, folder 64. Collectie Jacobus (Koos) Noorduyn (1926-1994), H 1514. Leiden University Library Special Collections.
---. 1972. “Arung Singkang (1700-1765): How the Victory of Wadjo’ Began.” Indonesia, 13, 61-68.
Salombe, Cornelius. 1978. “Addatuang Pammana: One of the oldest kingdoms in South Sulawesi as recorded in the lontaraq entitled "Pappasenna Lombong Ulu.” Diedit oleh by Ian Caldwell. https://oxis.org/resources-3/papers-unpublished/salombe-1978.pdf Diakses pada 1 September 2022.
Sunarti, Linda et al. 2017. Profil pahlawan nasional. Jakarta : Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial.
Tol, Roger. 1992. “Fish food on a tree branch: Hidden meanings in Bugis poetry.” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 148, 1: 82-102.
Wellen, Kathryn. 2014. The Open Door: Early Modern Wajorese Statecraft and Diaspora. De Kalb: Northern Illinois University Press.
---. 2018. “La Maddukkelleng and Civil War in South Sulawesi” in Michael W. Charney and Kathryn Wellen (eds.) Warring Societies of Pre-Colonial Southeast Asia: Local Cultures of Conflict within a Regional Context, Copenhagen: NIAS Press, pp. 47-71.
---. 2022. “Exhuming Buried Stones: The Treaty of Timurung (1582) during the seventeenth and eighteenth centuries.” Archipel, 103: 59-86.
Zainal Abidin. 1980. “La Ma’dukelleng Menggalang Persatuan Sulawesi Selatan Mengusir VOC.” Prisma, 9, 8: 38-57.
Zainal Abidin and Alam. 1967-68. “La Maddukkelleng, Pahlawan jang tak kenal menjerah,” Bingkisan 1.9 (1967): 25–31; 1.10 (1968): 28–31; 1.11 (1968): 28–32; 1.12 (1968): 27–31; 1.13 (1968): 27–31; 1.14 (1968): 31–36; 1.15 (1968): 32–36.

Most read articles by the same author(s)

Obs.: This plugin requires at least one statistics/report plugin to be enabled. If your statistics plugins provide more than one metric then please also select a main metric on the admin's site settings page and/or on the journal manager's settings pages.